Begini, 8 penipuan ini dan banyak fakta yang beredar seputar Omnibus Job Creation Act
KOMPAS.com Gelombang penolakan omnibus law UU Cipta Kerja di berbagai daerah membuat pemerintah mulai buka suara.
Salah satunya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang ditularkan di Kompas TV, Kamis (8/10/2020) malam.
Dalam wawancara tersebut, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny Gerard Plate menjelaskan bahwa banyak informasi yang disebarluaskan kepada masyarakat tentang omnibus legislasi UU Cipta Karya adalah palsu atau palsu.
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) pun menanggapi pernyataan Johnny.
Hal-hal berikut ini disampaikan oleh Johnny dan ditanggapi oleh Presiden KSPI Said Iqbal.
1. Apakah benar pesangon dikurangi?
Menurut Kominfo, pekerja yang diberhentikan harus menerima pesangon (pasal 156) dan pekerja yang diberhentikan menerima jaminan sosial JKP (pasal 46D).
Informasi pesangon turun dari 32 kali menjadi 25 kali lipat, namun dikonfirmasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika adalah informasi yang tidak benar.
Menurut Kementerian Komunikasi dan Informasi tentang pesangon, ini bukan pengurangan nilai, tetapi lebih banyak manfaat yang akan diterima pekerja. Karena akan ada penggantian hak dan JKP.
Baca juga: Ada 280 Pengaduan Orang Hilang dan Yang Ditangkap Saat Demo Omnibus Legal
Sementara itu, menurut Presiden KSPI Said Iqbal, pesangon dikurangi dalam UU Cipta Kerja.
Bahkan diakui oleh pemerintah dan DPR sendiri jika pesangon diturunkan dari 32 kali menjadi 25 kali lipat, katanya. Kompas.com, Jumat (20/10/2020).
Iqbal mengatakan, terdiri dari 19 kali dibayarkan oleh pemberi kerja dan 6 kali oleh Jaminan Kehilangan Kerja atau JKP yang dijalankan oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Selain itu, belum jelas apa yang JKP ambil 6 kali atau 6 bulan, karena kita tidak menemukannya di omnibus law. Dimana hanya bisa beberapa ratus ribu saja untuk 6 kali, ”ujarnya.
KSPI menilai ketentuan BPJS Ketenagakerjaan yang akan membayar pesangon 6 bulan gaji tidak masuk akal.
“Dari mana dananya? Mengurangi pesangon jelas merugikan pekerja,” ujarnya.
Baca juga: Mengapa Banyak Mahasiswa Ikut Demo Menolak Kerja di Sekitar Omnibus? Inilah kata Sosiolog
2. Apakah benar UMP, UMK, UMSK dan UMSP sudah dihapus?
Menurut Kominfo, isu pencabutan upah minimum di kabupaten tersebut dipastikan sebagai hoax. Pasalnya, gubernur tetap berkewajiban untuk menetapkan upah minimum baik di tingkat provinsi maupun kabupaten / kota.
Selain itu, menurut Kominfo, UMK menyesuaikan dengan kondisi ekonomi dan UMK harus lebih tinggi dari UMP.
Sementara itu, Said mengatakan, UU Cipta Kerja Sektoral (UMSP dan UMSK) sudah dibatalkan. Sedangkan untuk UMK ada persyaratannya.
Menurut Said, penghapusan UMSK dan UMSP merupakan bentuk ketidakadilan.
Sebab sektor otomotif (seperti Toyota, Astra dan lain-lain) atau sektor pertambangan (seperti Freeport, Nikel di Morowali dan lain-lain) bisa memiliki nilai upah minimum yang sama dengan perusahaan pakaian atau industri kerupuk.
“Oleh karena itu, ada UMR sektoral di seluruh dunia yang berlaku sesuai nilai tambah masing-masing industri terhadap PDP negara,” kata Said.
Menurut Said, UMK nantinya akan bersyarat dan diatur oleh pemerintah.
“Bagi KSPI, ini hanya alibi pemerintah untuk menghilangkan UMK di daerah yang sah, karena kewenangan itu ada di tangan pemerintah. Sedangkan UMK diatur dalam UU 13 Tahun 2003 tanpa syarat,” ujarnya.
Said mengatakan, upah minimum provinsi (UMP) harus ditentukan dalam undang-undang hak cipta karya tersebut.
Yang diinginkan pekerja tetap UMSK dan UMK ditentukan tanpa syarat menurut UU 13 Tahun 2013, dengan mengacu pada kebutuhan hidup yang layak (KHL).
Baca juga: [KLARIFIKASI] Benarkah ketentuan UMK sudah dihapus?
3. Apakah benar upah per jam dihitung?
Berkenaan dengan informasi yang disebarluaskan tentang waktu kerja eksploitatif juga mengkonfirmasi lelucon. Kominfo menjelaskan, jam kerja ditentukan sesuai ketentuan sebelumnya.
Menurut pasal 77, terdapat pilihan waktu kerja yang diatur, sebagai berikut:
- 7 jam / hari dan 40 jam / minggu, 6 hari kerja / minggu, atau
- 8 jam / hari dan 40 jam / minggu, 5 hari kerja / minggu
Sementara itu, menurut Said, aturan dalam Omnibus Act (terkait amandemen pasal 88B UU 13 Tahun 2003) mengatur tentang pembayaran upah satuan waktu, yang mungkin menjadi dasar pembayaran upah per jam.
“Penulis Wannabe. Pemecah masalah seumur hidup. Pemain game. Guru web tak tersembuhkan. Pencinta musik profesional.”