‘Badai pengangguran’ melanda Indonesia di ambang resesi

‘Badai pengangguran’ melanda Indonesia di ambang resesi

“Badai pengangguran di depan mata kita”, berita utama Rabu ini, 19 Oktober Tempo Alquran pada gambar tiga pekerja duduk bersila. Surat kabar tersebut mengandalkan laporan dari Departemen Tenaga Kerja yang dipublikasikan sehari sebelumnya. Misalnya, pemecatan antara Januari dan September terhadap 43.567 pekerja oleh 87 pabrik tekstil dan sepatu di Jawa Barat, pusat manufaktur terbesar di Indonesia. Lebih dari seperempat PHK ini terjadi sejak Juli, pertanda tren yang semakin cepat.

Manajer lokal departemen ini menegaskan Tempo Alquran bahwa pesanan telah turun drastis:

“Sektor ini yang paling sensitif karena utamanya berorientasi ekspor.”

Namun jumlah PHK bisa jadi jauh lebih tinggi dari data yang ada. Memang, harian ini menekankan, jumlah pengangguran dikomunikasikan kepada pemerintah oleh serikat pekerja. Namun, yang terakhir hanya mempertimbangkan anggotanya. “Misalnya di sekitar 7.000 pabrik di Bekasi [centre industriel à l’est de la capitale]hanya 30 atau 40% pekerja yang berserikat.”

Kembalinya pertumbuhan sementara

Oleh karena itu, statistik ketenagakerjaan harus diambil dengan hati-hati. Menurut Menteri Perekonomian, negara secara resmi memiliki 7,1 juta pengangguran pada tahun 2019, yaitu 7,07% dari populasi aktif, angka yang terus menurun sejak 2010. Pada Februari 2022, angka ini mencapai 5,83% berdiri.

Perekonomian kemudian tampak pulih dengan cepat setelah dua tahun pandemi. Pada Maret 2022, Badan Pusat Statistik mengumumkan surplus neraca perdagangan sebesar $4,53 miliarnaik 44,36% year-on-year. Pemulihan ini terutama didasarkan pada ledakan ekspor batu bara dan bijih.

Untuk Tempo Alquran, Tidak ada keraguan: “Indonesia akan memasuki fase resesi, sementara perlindungan terhadap pengangguran tidak mencukupi.” Faktanya, pada April 2020, pemerintah meluncurkan program yang disebut “Pra-kerja”, yang bertujuan untuk melatih orang-orang yang berlebihan dalam pekerjaan baru daripada memberikan kompensasi kepada mereka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *